Dasa Awatara adalah sepuluh
kelahiran Vishnu (Tuhan) ke dunia untuk menyelamatkan makhluk hidup dari bahaya
besar. Vishnu adalah pemelihara alam semesta. Ketika alam semesta itu sendiri
dalam bahaya, maka Vishnu akan lahir sebagai makhluk hidup untuk menyelamatkan
seluruh ciptaan. Berikut disampaikan Krishna (salah satu Awatara) dalam
Bhagavadgita (wejangan Krishna):
Yada yada hi dharmasya glanir
bhavati bharata abhyutthanam adharmasya tadatmanam srjamy aham paritranaya
sadhunam vinasaya ca duskrtam dharma samsthapanarthaya sambavami yuge yuge
(Bhagavad-gita, 4.7-8)
Artinya
"Manakala kebenaran merosot dan kejahatan merajalela,
pada saat itulah Aku akan turun menjelma ke dunia,
wahai keturunan Bharata (yang dimaksud adalah Arjuna)
Untuk menyelamatkan orang-orang saleh
dan membinasakan orang jahat
dan menegakkan kembali kebenaran,
Aku sendiri menjelma dari zaman ke zaman"
"Manakala kebenaran merosot dan kejahatan merajalela,
pada saat itulah Aku akan turun menjelma ke dunia,
wahai keturunan Bharata (yang dimaksud adalah Arjuna)
Untuk menyelamatkan orang-orang saleh
dan membinasakan orang jahat
dan menegakkan kembali kebenaran,
Aku sendiri menjelma dari zaman ke zaman"
1. Matsya Awatara (Sang Ikan
Raksasa)
Matsya Awatara muncul pada zaman
Satya Yuga, tepatnya pada masa pemerintahan Raja Satyabrata yang lebih dikenal
dengan Waiwasta Manu (putra Wiwaswan, Dewa Matahari). Kisah tentang Matsya
Awatara ini dapat disimak dalam Matsyapurana.
Suatu saat, Raja Satyabrata sedang
mencuci tangan di sungai. Ia melihat seekor ikan menghampiri tangannya dan ia
tahu bahwa ikan itu meminta pertolongan. Sang Raja pun membawa ikan itu ke
istana dan merawatnya di sebuah kolam. Semakin hari, ikan itu semakin besar
sampai memenuhi kolam. Kemudian ikan itu dipindahkan Raja ke kolam yang lebih
besar. Namun, kejadian yang sama terus berulang-ulang. Melalui suatu upacara,
diketahui bahwa ikan raksasa itu adalah kelahiran Dewa Vishnu. Ada juga versi
yang menyebutkan bahwa ikan tersebut dibawa ke samudra. Ikan itu kemudian
menyampaikan bahwa dalam tujuh hari banjir bah akan melanda bumi dan
memerintahkan sang Raja untuk membangun bahtera besar. Ia juga memerintahkan
agar Raja nantinya harus mengisi bahtera tersebut dengan makhluk hidup yang
berpasangan, serta membawa Sapta Rsi. Ikan tersebut juga berpesan agar setelah
banjir tiba, bahtera tersebut agar diikat di tanduknya dengan naga basuki
sebagai talinya.
Seratus tahun kemudian, Bumi dilanda
kekeringan dan kelaparan dialami semua makhluk hidup. Tiba-tiba langit
diselimuti tujuh macam awan dan terjadilah hujan yang sangat lebat di muka
bumi. Raja Satyabrata yng menuruti perintah sang ikan akhirnya selamat beserta
para pengikutnya. Ikan tersebut sampai saat ini disebut Matsya Awatara
Kisah dengan tema yang sama juga
dapat disimak dalam kisah Nabi Nuh dan beberapa kisah lain dari
Yunani dan Amerika.
2. Kurma Awatara (Sang Kura-kura)
Kurma Awatara muncul pada zaman
Satya Yuga, mengambil wujud kura kura raksasa bernama Akupa. Pada saat itu,
para Dewa dan Asura (Raksasa) mengadakan sidang di puncak gunung Mahameru untuk
mencari cara mendapatkan Tirta Amerta, yaitu air suci yang membuat siapa saja
yang meminumnya dapat hidup abadi. Narayana (Vishnu) bersabda, "Kalau
kalian menghendaki Tirta Amerta tersebut, aduklah lautan Ksira
(Ksirasegara/Ksirarnawa), sebab dalam lautan tersebut terdapat tirta
amerta.Kerjakanlah!"
Setelah mendengar perintah itu, para
Dewa dan Asura pergi ke lautan susu (Ksirarnawa/Ksirasegara). Mereka
memerlukan alat untuk mengaduk lautan tersebut. Di Pulau Sangka (Sangka
Dwipa), terdapat Gunung Mandara (Mandaragiri) yang tingginya 11000 yojana.
Sang Anantabhoga kemudian mencabut gunung tersebut beserta segala isinya.
Setelah mendapat ijin dari Dewa Samudra, Gunung Mandara dijatuhkan ke laut
Ksira sebagai tongkat pengaduk lautan tersebut. Seekor kura-kura (kurma)
raksasa bernama Akupa yang merupakan penjelmaan Vishnu, menjadi dasar pangkal
gunung tersebut. Ia disuruh menahan gunung tersebut agar tidak tenggelam.
Naga Basuki dipergunakan sebagai tali, membelit lereng gunung tersebut. Dewa Indra menduduki puncaknya agar gunung tersebut tidak melambung ke atas. Kemudian, para Dewa dan Asura memutar gunung Mandara. Para Dewa memegang ekornya, sementara para Asura memegang kepalanya. Setelah lautan diaduk, racun yang disebut Halahala menyebar dan dapat membunuh seluruh makhluk hidup. Dewa Siwa pun meminumnya sampai lehernya berwarna kebiruan (Nilakantha). Setelah itu, berbagai dewa-dewi, makhluk hidup, dan harta karun pun muncul.
Akhirnya Dhanwantari muncul membawa kendi berisi Tirta Amerta. Para dewa sudah mendapat banyak bagian, sementara Asura belum sedikit pun. Akhirnya para Asura merebut paksa Tirta Amerta untuk dimiliki. Dewa Vishnu kemudian mencari siasat untuk merebut kembali Tirta Amerta. Kemudian Ia menjelma menjadi wanita cantik bernama Mohini yang akhirnya dapat menipu Asura. Tirta Amerta pun kembali ke tangan para Dewa. Menyadari hal itu, Asura marah dan terjadi peperangan antara para Dewa dan para Asura. Dewa Vishnu kemudian mengeluarkan senjata saktinya (Cakra) dan mengalahkan para Asura.
Para Dewa kemudian pergi ke Wisnuloka untuk meminum Tirta Amerta sehingga hidup mereka abadi. Melihat hal itu, seorang Raksasa merubah wujud menjadi Dewa. Namun, Dewa Aditya dan Chandra mengetahui hal itu dan melaporkan pada Dewa Wisnu. Dewa Wisnu pun berhasil memenggal kepala raksasa tersebut. Namun, kepala raksasa tersebut tetap abadi karena sudah terkena Tirta Amerta. Raksasa itu pun marah dan bersumpah akan memakan Aditya dan Chandra pada pertengahan bulan.
3. Waraha Awatara (Sang Babi Hutan)
Pada zaman Satyayuga (kebenaran),
hidup seorang raksasa bernama Hiranyaksa, adik dari Hiranyakasipu. Hiranyaksa
hendak menenggelamkan bumi ke dalam "lautan kosmik", suatu tempat
antah berantah di alam semesta. Melihat bumi akan mengalami kehancuran, Dewa Vishnu
menjelma menjadi Babi Hutan dengan kedua taring yang mencuat dengan tujuan
untuk menopang bumi yang dijatuhkan Hiranyaksa. Namun, sebelum Waraha Awatara
dapat menopang Bumi kembali, Ia harus mengalahkan Hiranyaksa dalam peperangan
yang berlangsung selama ribuan tahun. Akhirnya, Waraha Awatara menikahi Dewi
Pertiwi (Dewi Bumi). Waraha Awatara dijelaskan dalam kitab Warahapurana
4. Narasinga Awatara (Manusia
Berkepala Singa)
Pada akhir zaman Satyayuga, seorang
Raja Asura bernama Hiranyakasipu sangat membenci segala sesuatu yang
berhubungan dengan Dewa Wisnu termasuk pengikutnya. Karena bertahun tahun lalu,
Hiranyaksa (adiknya) dibunuh oleh Waraha Awatara.
Untuk mendapatkan kesaktian, ia
melakukan tapa kepada Dewa Brahma. Ia kemudian memohon berkat untuk hidup
abadi. Namun Dewa Brahma tak dapat mengabulkannya. Hiranyakasipu hanya tidak
dapat dibunuh oleh Manusia, Hewan, maupun Dewa; saat pagi, siang, maupun malam;
di luar maupun di dalam rumah; di air, darat, maupun udara; dan tidak dapat
dibunuh dengan segala macam senjata.
Di rumah Hiranyakasipu, Dewa Indra
dan bala tentaranya menyerbu. Untungnya, Narada datang dan menyelamatkan
Lilawati (istri Hiranyakasipu) dan Prahlada (anak Hiranyakasipu). Prahlada
kemudian dididik oleh Narada untuk menjadi pengikut Dewa Vishnu.
Mengetahui hal tersebut,
Hiranyakasipu marah besar dan mencoba membunuh anaknya sendiri. Namun, setiap
kali mencoba, ia selalu tidak dapat membunuh anaknya. Kekuatan Dewa Wisnu yang
tidak terlihat oleh mata Hiranyakasipu selalu menolong Prahlada. Hiranyakasipu
pun menantang Prahlada untuk menunjukkan Dewa Wisnu. Prahlada berkata,"Ia
berada di mana-mana, Ia di sini, dan Ia akan muncul"
Pada petang hari itu, Dewa Vishnu
muncul sebagai Narasinga Awatara (manusia berkepala singa dan berkuku tajam).
Narasinga Awatara dapat mengakhiri Hiranyakasipu. Karena waktu yang tepat,
berkat Dewa Brahma tidak berlaku lagi. Hiranyakaksipu memang dibunuh tidak oleh
manusia, hewan, maupun dewa; tidak di air, darat, ataupun udara, melainkan di
pangkuan Narasinga; tidak di dalam maupun di dalam rumah, melainkan di
antaranya; tidak dibunuh dengan senjata, melainkan dengan kuku Narasinga.
Intinya adalah Beliau ada
dimana-mana dan akan melindungi setiap pengikutnya tanpa memandang keturunan
melainkan hanya ketulusan dan perbuatan baik orang tersebut.
5. Wamana Awatara (Sang Brahmana
Mungil) pada jaman Treayuga
Wamana Awatara terdapat dalam Bhagavatapurana.
Menurut kitab, ia adalah seorang brahmana mungil, putra Aditi dan Kasyapa.
Pada zaman itu (Tretayuga), hiduplah seorang Raksasa bernama Bali,
seorang Asura dan cucu dari Prahlada. Ia telah menguasai bumi dan merebut Surga
dari Dewa Indra.
Suatu hari, Raja Bali mengadakan
acara besar untuk memberikan hadiah kepada para Brahmana. Sukracarya sebelumnya
sudah mengingatkan Raja Bali untuk tidak memberikan hadiah kepada Brahmana yang
berwujud aneh. Datanglah Wamana Awatara dengan wujud brahmana mungil untuk
memohon hadiah. Ia meminta tanah seluas tiga langkah kakinya. Raja Bali pun
takabur dan memberikannya sepenuh hati. Tiba-tiba Wamana membesar dan membesar.
Langkah pertamanya adalah Surga, langkah keduanya adalah Bumi, karena tidak ada
tempat untuk melangkah lagi, maka Raja Bali menyerahkan kepalanya. Dengan
itulah Wamana Awatara mengakhiri Raja Bali. Terkesan dengan kedermawanan Bali,
Ia kemudian memberinya gelar Mahabali.
6. Parasurama Awatara (Brahmana
bersenjata Kapak) pada jaman Tretayuga
Parasurama atau Rama bersenjata
kapak adalah putra bungsu Jamadagni, seorang Brahmana. Pada masa mudanya, ia
pernah membunuh ibunya sendiri, bernama Renuka. Hal itu karena kesalahan Renuka
sendiri sehingga membuat Jamadagni marah besar. Jamadagni kemudian
memerintahkan anak-anaknya untuk membunuh ibu mereka dan berjanji akan memenuhi
keinginan mereka. Semuanya menolak kecuali Parasurama yang cerdas. Semua
kakak-kakaknya yang menolak telah dikutuk menjadi batu. Parasurama kemudian
berhasil membunuh ibunya. Sesuai janjinya, Jamadigna akan mengabulkan
permintaan Parasurama. Parasurama meminta agar Jamadigna menghidupkan kembali
Renuka dan kakak-kakanya dan memperlakukan mereka dengan baik.
Misi Parasurama sendiri adalah
menumpas kaum Ksatria yang bertindak sewenang-wenang. Ia bahkan pernah
mengelilingi dunia sebanyak tiga kali untuk melakukan itu. Setelah misinya
selesai, Parasurama tetap hidup, karena dia adalah seorang Ciranjiwin (abadi).
Ia bahkan pernah bertemu Rama dan Krishna, awatara selanjutnya. Itulah keunikan
dari Parasurama.
7. Rama Awatara (Sang Pemanah Sakti)
pada jaman Dwaparayuga
Kisah tentang Rama Awatara ini
adalah kisah yang sangat umum dan dikenal dengan nama Ramayana. Bahkan kisah
ini telah diterjemahkan dalam pewayangan Jawa. Misi Rama lahir ke dunia adalah
untuk membinasakan kaum Raksasa yang bertindak sewenang-wenang, menindas, dan
bertingkah laku di luar Dharma. Raja dari kaum Raksasa tersebut bernama
Rahwana. Saking jahatnya Rahwana, sampai membuat Pertiwi menangis dan memohon
perlindungan Dewa Wisnu. Dewa Wisnu pun lahir ke dunia sebagai Rama.
Rama menghabiskan masa mudanya di Hutan Dandhaka karena diusir ayahnya sendiri (raja Dasarata) atas keinginan ibu tiri. Bersama Sita (kekasihnya) dan Laksmana, saudara yang setia, Rama mengembara di hutan, membinasakan para Raksasa dan menyebarkan Dharma.
Suatu saat, Rahwana terpikat pada kecantikan Sita dan menculik Sita dengan tipu daya. Namun, pada akhirnya Rahwana dapat dibinasakan dan Sita kembali ke pelukan Rama. Mereka kemudian kembaali ke Ayodhya untuk memimpin kerajaan tersebut.
Kisah Ramayana tidak hanya berisi tentang kepahlawanan dan Dharma, tetapi juga tentang percintaan dan kesetiaan. Terdapat juga kisah pengorbanan yang dilakukan Sita.
Rama menghabiskan masa mudanya di Hutan Dandhaka karena diusir ayahnya sendiri (raja Dasarata) atas keinginan ibu tiri. Bersama Sita (kekasihnya) dan Laksmana, saudara yang setia, Rama mengembara di hutan, membinasakan para Raksasa dan menyebarkan Dharma.
Suatu saat, Rahwana terpikat pada kecantikan Sita dan menculik Sita dengan tipu daya. Namun, pada akhirnya Rahwana dapat dibinasakan dan Sita kembali ke pelukan Rama. Mereka kemudian kembaali ke Ayodhya untuk memimpin kerajaan tersebut.
Kisah Ramayana tidak hanya berisi tentang kepahlawanan dan Dharma, tetapi juga tentang percintaan dan kesetiaan. Terdapat juga kisah pengorbanan yang dilakukan Sita.
8. Krishna Awatara (Purna Awatara-Awatara
Paling Sempurna) pada jaman Dwaparayuga
Kresna
adalah salah satu dewa yang dipuja oleh umat Hindu, berwujud pria berkulit
gelap atau biru tua, memakai dhoti kuning dan mahkota yang dihiasi bulu merak.
Dalam seni lukis dan arca, umumnya ia digambarkan sedang bermain seruling
sambil berdiri dengan kaki yang ditekuk ke samping. Legenda Hindu dalam kitab
Purana dan Mahabharatamenyatakan bahwa ia adalah putra kedelapanBasudewa dan
Dewaki dari kerajaan Surasena, kerajaan mitologis di India Utara. Secara umum,
ia dipuja sebagai awatara (inkarnasi) Dewa Wisnukedelapan di antara sepuluh
awatara Wisnu. Dalam beberapa sekte Hindu, misalnya Gaudiya Waisnawa, ia
dianggap sebagai manifestasi dari kebenaran mutlak, atau perwujudan Tuhan itu
sendiri, dan dalam tafsiran kitab-kitab yang mengatasnamakan Wisnuatau Kresna,
misalnya Bhagawatapurana, ia dimuliakan sebagai Kepribadian Tuhan Yang Maha
Esa. Dalam Bhagawatapurana, ia digambarkan sebagai sosok penggembala muda yang
mahir bermain seruling, sedangkan dalam wiracaritaMahabharata ia dikenal
sebagai sosok pemimpin yang bijaksana, sakti, dan berwibawa. Selain itu ia
dikenal pula sebagai tokoh yang memberikan ajaran filosofis, dan umat Hindu
meyakini Bhagawadgita sebagai kitab yang memuat kotbah Kresna kepada Arjuna
tentang ilmu rohani.
9. Buddha Awatara pada jaman
Kaliyuga
Budha adalah perwujudan Awatara
Wisnu yang kesembilan dan di antara perwujudan awatara Wisnu awatara Budha
adalah yang sempurna di mana umat manusia diajarkan tentang dharma dan kebahagiaan
yang mutlak.
Di jaman kerajaan Kapilavastu dengan
rajanya Suddhodana dan ratunya Mahamaya. Di mana sang ratu kemudian melahirkan
seorang bayi laki-laki yang tampan yang mereka beri nama Siddhartha, akan
tetapi sungguhlah sayang tujuh hari kemudian, sang ratu Mahamaya meninggal
dunia.
Seorang Rsi bijaksana/penasehat raja
pada saat itu yang bernama Kala Devala memberi tahu sang raja bahwa ketika
pangeran Siddhartha beranjak dewasa ia akan melihat hal-hal yang akan
membuatnya sedih dan pergi menuju hutan. Mendengar hal itu raja tidak
memperbolehkan Siddhartha untuk pergi melewati gerbang istana.
10. Kalki Awatara mengakhiri jaman
Kaliyuga
Kalki (juga disalin sebagai Kalkin
dan Kalaki) adalah awatara kesepuluh danawatara (inkarnasi) terakhir Dewa WisnuSang
pemelihara, yang akan datang pada akhir zaman Kaliyuga (zaman kegelapan dan
kehancuran).
Kata Kalki seringkali merupakan
suatu kiasan dari “keabadian” atau “masa”. Asal mula nama tersebut diperkirakan
berasal dari kata Kalka yang bermakna “kotor”, “busuk”, atau “jahat” dan oleh
karena itu "Kalki" berarti “Penghancur kejahatan”, “Penghancur
kekacauan”, "Penghancur kegelapan", atau “Sang Pembasmi Kebodohan”.
Dalam bahasa Hindi, kalki avatar berarti “inkarnasi hari esok”.
Berbagai tradisi memiliki berbagai
kepercayaan dan pemikiran mengenai kapan, bagaimana, di mana, dan mengapa Kalki
Awatara muncul. Penggambaran yang umum mengenai Kalki Awatara yaitu beliau
adalah Awatara yang mengendarai kuda putih (beberapa sumber mengatakan nama
kudanya “Devadatta” (anugerah Dewa) dan dilukiskan sebagai kuda bersayap).
Kalki memiliki pedang berkilat yang digunakan untuk memusnahkan kejahatan dan
menghancurkan iblis Kali, kemudian menegakkan kembali Dharma dan memulai zaman
yang baru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar