Artikel Bencana Alam
Bencana alam adalah suatu peristiwa alam yang mengakibatkan dampak besar bagi populasi manusia.[1] Peristiwa alam dapat berupa banjir, letusan gunung
berapi, gempa bumi, tsunami, tanah longsor, badai salju, kekeringan, hujan es, gelombang panas, hurikan, badai tropis, taifun, tornado, kebakaran liar dan wabah penyakit.[2] Beberapa bencana alam terjadi tidak
secara alami.[2] Contohnya adalah kelaparan, yaitu kekurangan bahan pangan dalam jumlah besar yang disebabkan oleh kombinasi faktor
manusia dan alam.[2] Dua jenis bencana alam yang
diakibatkan dari luar angkasa jarang
mempengaruhi manusia, seperti asteroid dan badai matahari.[2]
Pengertian dalam kebudayaan manusia dan
pemahaman religius
Sejak masa lalu manusia telah menghadapi bencana alam
yang berulang kali melenyapkan populasi mereka.[3] Pada zaman dahulu, manusia sangat
rentan akan dampak bencana alam dikarenakan keyakinan bahwa bencana alam adalah
hukuman dan simbol kemarahan dewa-dewa.[4] Semua peradaban kuno menghubungkan
lingkungan tempat tinggal mereka dengan dewa atau tuhan yang dianggap manusia dapat memberikan kemakmuran maupun
kehancuran.[4] Kata bencana dalam Bahasa Inggris
"disaster" berasal dari kata Bahasa Latin
"dis" yang bermakna "buruk" atau "kemalangan" dan
"aster" yang bermakna "dari bintang-bintang".[1] Kedua kata tersebut jika
dikombinasikan akan menghasilkan arti "kemalangan yang terjadi di bawah
bintang", yang berasal dari keyakinan bahwa bintang dapat memprediksi suatu kejadian termasuk peristiwa yang
buruk.[1]
Bencana alam sepanjang masa
Zaman kuno
Bencana alam yang dialami oleh manusia pada masa kuno
tercatat dalam kitab suci, mitos, cerita-cerita rakyat,[5] Bencana alam yang terjadi di zaman
kuno umumnya diketahui secara jelas lewat catatan sejarah dan hasil penelitian arkeologi.[6] Beberapa di antaranya:
- Wabah Antonine, penyakit yang menyebar pada masa
Kekaisaran Romawi tahun 165 M -189 M.[3] Dinamakan
demikian karena salah satu korbannya adalah Marcus Aurelius Antoninus, kaisar
Romawi. Dinamakan juga Demam Galen karena didokumentasikan dengan
baik oleh Galen, seorang
dokter Yunani.[3] Sejarawan
meyakini bahwa Demam Antonine tidak lain adalah wabah cacar air yang
dibawa oleh para serdadu Romawi yang pulang berperang dari timur.[3] Akibat
wabah ini lebih dari 5 juta orang tewas di Kekaisaran Romawi.[3] Seorang sejarawan
bernama Dio Cassius menulis bahwa di Roma sendiri, hampir 2000 orang meninggal setiap
harinya.[3]
- Gempa Kreta dan Tsunami
Alexandria, terjadi pada tanggal 21 Juli tahun 365.[7] Dimulai
dengan gempa bumi besar
yang terjadi di dasar Laut Tengah dekat Pulau Kreta, Yunani, dengan kekuatan diperkirakan mencapai 8 skala richter atau
lebih.[7] Gempa ini
menghancurkan hampir seluruh kota di pulau tersebut yang kemudian diikuti tsunami besar yang melanda Yunani, Libya, Siprus, Sisilia dan Mesir.[7] Catatan
mengenai bencana alam ini paling baik terdokumentasikan di Alexandria
(Iskandariah), Mesir.[7] Sejarawan
Ammianus Marcellinus menuliskan dengan detail bagaimana air laut
menghempas dan menghancurkan kota Alexandria.[7]
- Letusan Gunung Vesuvius, terjadi pada tanggal 29 Agustus
79 di Teluk Napoli, Italia. Banjir lahar yang ditimbulkan Gunung Vesuvius mengubur
kota Pompeii dan Herculaneum yang
berdekatan.[7] Awalnya
dimulai dengan gempa bumi namun diabaikan oleh warga kota tersebut.[7] Namun
akhirnya menjadi lebih besar diiringi muntahan debu, banjir lahar dan asap
yang membumbung tinggi.[7] Kota
Pompeii dan Herculaneum ditemukan pada tahun 1631 setelah dilakukannya
pembersihan oleh warga setempat. Pada abad ke-20, keberadaan kota ini
secara jelas terkuak dengan jasad-jasad manusia yang telah menjadi fosil utuh.[7]
- Erupsi Santorini, terjadi sekitar tahun 1645 SM.[8] Informasi
bencana alam ini umumnya diketahui lewat penelitian arkeologi.[8] Diketahui
bahwa tahun 1645 SM, gunung berapi yang meletus di Santorini menghancurkan
permukiman di pulau tersebut beserta Pulau Kreta di dekatnya.[8] Pada
zaman moderen, sisa-sisa peradaban manusia yang lenyap akibat bencana
tersebut telah ditemukan dan masih terus dipelajari.[8]
- Gempa Bumi dan Tsunami Helike, terjadi
pada tahun 375 SM.[8] Bencana
alam ini mengakibatkan kota Helike yang berada di Teluk Korintus, Yunani tenggelam ke dasar laut.[8] Korban
jiwa tak diketahui.[8]
Penelitian terhadap reruntuhan permukiman manusia zaman itu mulai
dilakukan sejak akhir abad ke-19 dengan penemuan reruntuhan kota, jalan-jalan dan
artefak.[9]
Bencana alam di abad ke-20 sampai 21
Pada abad ke-20, beberapa bencana alam yang paling umum
adalah kelaparan dan wabah.[2] Sejak awal abad ke-20,
lebih dari 70 juta orang tewas akibat kelaparan, dengan korban 30 juta orang
tewas selama masa kelaparan di Cina dari tahun 1958-1961.[2] Di Uni Soviet, beberapa kali
terjadi kelaparan yang diakibatkan kebijakan kolektif Stalin yang membunuh jutaan orang.[2] Dalam sejarah, kelaparan telah
mengakibatkan munculnya sifat buruk manusia seperti kekejaman dan kanibalisme.[2] Bencana alam terburuk lainnya pada
abad ke-20 adalah wabah.[2] Pandemi terburuk terutama adalah
menularnya Flu Spanyol di seluruh
dunia dari tahun 1918-1919 yang membunuh 50 juta orang, lebih banyak daripada
korban Perang Dunia I yang terjadi
sebelumnya.[2]
Pada abad ke-21, bencana alam yang semakin banyak terjadi
adalah bencana terkait iklim yang disebabkan meningkatnya suhu bumi (pemanasan global).[10] Pemanasan
global sebagian besar diikuti banjir, kekeringan, cuaca ekstrim
dan musim yang tak bisa diramal.[10] Perubahan
iklim berpotensi meningkatkan kemiskinan dan kerentanan dalam jumlah besar.[10] Pada saat yang
sama bencana iklim semakin meningkat, lebih banyak manusia yang terkena
dampaknya dikarenakan kemiskinan, kurangnya sumber daya, pertumbuhan populasi,
pergerakan dan penempatan manusia ke daerah yang tidak menguntungkan.[10]
Jenis bencana alam
Bencana alam dapat dibagi menjadi beberapa kategori,
yaitu bencana alam yang bersifat meteorologis, bencana alam
yang bersifat geologis, wabah dan bencana ruang angkasa.[2]
Bencana alam meteorologi
Bencana alam meteorologi atau hidrometeorologi
berhubungan dengan iklim.[11] Bencana ini
umumnya tidak terjadi pada suatu tempat yang khusus, walaupun ada daerah-daerah
yang menderita banjir musiman, kekeringan atau badai tropis (siklon, hurikan, taifun) dikenal terjadi pada daerah-daerah tertentu.[11] Bencana alam
bersifat meteorologis seperti banjir dan kekeringan merupakan bencana alam yang
paling banyak terjadi di seluruh dunia.[11] Beberapa di
antaranya hanya terjadi suatu wilayah dengan iklim tertentu.[11] Misalnya
hurikan terjadi hanya di Karibia, Amerika Tengah dan Amerika Selatan bagian utara.[4] Kekhawatiran terbesar pada abad
moderen adalah bencana yang disebabkan oleh pemanasan global.[11]
Bencana alam geologi
Bencana alam geologi adalah bencana alam yang terjadi di
permukaan bumi seperti gempa bumi, tsunami, tanah longsor dan gunung meletus.[11] Gempa bumi dan
gunung meletus terjadi di hanya sepanjang jalur-jalur pertemuan lempeng tektonik di darat atau
lantai samudera.[11] Contoh bencana
alam geologi yang paling umum adalah gempa bumi, tsunami dan gunung meletus.[11] Gempa bumi
terjadi karena gerakan lempeng tektonik.[11] Gempa bumi
pada lantai samudera dapat memicu gelombang tsunami ke pesisir-pesisir yang
jauh.[11] Gelombang yang
disebabkan oleh peristiwa seismik memuncak pada ketinggian kurang dari 1 meter
di laut lepas namun bergerak dengan kecepatan ratusan kilometer per jam.[11] Jadi saat
mencapai perairan dangkal, tinggi gelombang dapat melampaui 10 meter.[11] Gunung meletus diawali oleh
suatu periode aktivitas vulkanis seperti hujan
abu, semburan gas
beracun, banjir lahar dan muntahan batu-batuan.[11] Aliran lahar
dapat berupa banjir lumpur atau kombinasi lumpur dan debu yang disebabkan mencairnya salju di puncak gunung, atau dapat disebabkan hujan lebat dan akumulasi material yang tidak stabil.[11]
Wabah
Wabah atau epidemi adalah penyakit menular yang menyebar
melalui populasi manusia di dalam ruang lingkup yang besar, misalnya antar
negara atau seluruh dunia.[12] Contoh wabah
terburuk yang memakan korban jiwa jumlah besar adalah pandemi flu, cacar dan tuberkulosis.[12]
Bencana alam dari ruang angkasa
Bencana dari ruang angkasa adalah datangnya berbagai
benda langit seperti asteroid atau gangguan badai matahari.[13] Meskipun
dampak langsung asteroid yang berukuran kecil tidak berpengaruh besar, asteroid
kecil tersebut berjumlah sangat banyak sehingga berkemungkinan besar untuk
menabrak bumi.[13] Bencana ruang
angkasa seperti asteroid dapat menjadi ancaman bagi negara-negara dengan penduduk yang banyak seperti Cina, India, Amerika Serikat, Jepang, dan Asia Tenggara.[13]
Dampak bencana alam
Bencana alam dapat mengakibatkan dampak yang merusak pada
bidang ekonomi, sosial dan lingkungan.[14] Kerusakan
infrastruktur dapat mengganggu aktivitas sosial, dampak dalam bidang sosial
mencakup kematian, luka-luka, sakit, hilangnya tempat
tinggal dan kekacauan komunitas, sementara kerusakan lingkungan dapat mencakup
hancurnya hutan yang melindungi daratan.[14] Salah satu
bencana alam yang paling menimbulkan dampak paling besar, misalnya gempa bumi,
selama 5 abad terakhir, telah menyebabkan lebih dari 5 juta orang tewas, 20
kali lebih banyak daripada korban gunung meletus.[11] Dalam hitungan
detik dan menit, jumlah besar luka-luka yang sebagian besar tidak
menyebabkan kematian, membutuhkan pertolongan medis segera dari fasilitas
kesehatan yang seringkali tidak siap, rusak, runtuh karena gempa.[11] Bencana
seperti tanah longsor pun dapat
memakan korban yang signifikan pada komunitas manusia karena mencakup suatu
wilayah tanpa ada peringatan terlebih dahulu dan dapat dipicu oleh bencana alam
lain terutama gempa bumi, letusan gunung
berapi, hujan lebat atau topan.[4]
Manusia dianggap tidak berdaya pada bencana alam, bahkan
sejak awal peradabannya.[3] Ketidakberdayaan manusia, akibat
kurang baiknya manajemen darurat menyebabkan kerugian dalam
bidang keuangan, struktural dan korban
jiwa.[15]. Kerugian yang
dihasilkan tergantung pada kemampuan manusia untuk mencegah dan menghindari
bencana serta daya tahannya.[15] Menurut
Bankoff (2003): "bencana muncul bila bertemu dengan
ketidakberdayaan".[15] Artinya adalah
aktivitas alam yang berbahaya dapat berubah menjadi bencana alam apabila
manusia tidak memiliki daya tahan yang kuat.[15]
Penanggulangan
Konstruksi rumah yang menggunakan sistem pegas untuk persiapan terjadinya
gempa bumi.
Penanggulangan bencana alam atau mitigasi adalah
upaya berkelanjutan untuk mengurangi dampak bencana terhadap manusia dan harta
benda.[16] Lebih sedikit
orang dan komunitas yang akan terkena dampak bencana alam dengan menggerakan
program ini.[16] Perbedaan
tingkat bencana yang dapat merusak dapat diatasi dengan menggerakan program
mitigasi yang berbeda-beda sesuai dengan sifat masing-masing bencana alam.[16]
Persiapan menghadapi bencana alam termasuk semua aktivitas yang dilakukan
sebelum terdeteksinya tanda-tanda bencana agar bisa memfasilitasi pemakaian sumber daya alam yang tersedia,
meminta bantuan dan serta rencana rehabilitasi dalam cara dan kemungkinan yang
paling baik.[16] Kesiapan menghadapi
bencana alam dimulai dari level komunitas lokal.[16] Jika sumber
daya lokal kurang mencukupi, maka daerah tersebut dapat meminta bantuan ke
tingkat nasional dan internasional.[16]
Pada wilayah-wilayah yang memiliki tingkat bahaya
tinggi ("hazard"), memiliki kerentanan/kerawanan
("vulnerability'"), bencana alam tidak memberi dampak yang luas jika masyarakat setempat memiliki ketahanan terhadap bencana
("disaster resilience").[15] Konsep
ketahanan bencana merupakan valuasi kemampuan sistem dan
infrastruktur-infrastruktur untuk mendeteksi, mencegah dan menangani
tantangan-tantangan serius dari bencana alam.[15] Sistem ini
memperkuat daerah rawan bencana yang memiliki jumlah penduduk yang besar.[15]
Bencana alam di Indonesia dan
penanggulangannya
Indonesia merupakan negara yang sangat rawan dengan
bencana alam seperti gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi, tanah longsor,
banjir dan angin puting beliung.[17] Sekitar 13
persen gunung berapi dunia yang berada di kepulauan Indonesia berpotensi
menimbulkan bencana alam dengan intensitas dan kekuatan yang berbeda-beda.[17]
Gempa
bumi dan tsunami Samudra Hindia pada tahun 2004 yang memakan banyak korban jiwa di
Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam (NAD) dan Sumatera Utara memaksa
diadakannya upaya cepat untuk mendidik masyarakat agar dapat mempersiapkan diri
dengan baik untuk menghadapi bencana alam.[17] Namun, upaya
yang dilaksanakan tidak efektif karena persiapan menghadapi bencana alam belum
menjadi mata
pelajaran pokok dalam kurikulum di Indonesia.[17] Materi-materi
pendidikan yang berhubungan dengan bencana alam juga tidak banyak.[17]
Laporan Bencana Asia Pasifik 2010 menyatakan
bahwa masyarakat di kawasan Asia Pasifik 4 kali lebih
rentan terkena dampak bencana alam dibanding masyarakat di wilayah Afrika dan 25 kali lebih rentan daripada di Amerika Utara dan Eropa.[18] Laporan PBB
tersebut memperkirakan bahwa lebih dari 18 juta jiwa terkena dampak bencana
alam di Indonesia dari tahun 1980 sampai 2009.[18] Dari laporan
yang sama Indonesia mendapat peringkat 4 sebagai salah satu negara yang paling
rentan terkena dampak bencana alam di Asia Pasifik dari tahun 1980-2009.[18] Laporan Penilaian
Global Tahun 2009 pada Reduksi Resiko Bencana juga
memberikan peringkat yang tinggi untuk Indonesia pada level pengaruh bencana
terhadap manusia – peringkat 3 dari 153 untuk gempa bumi dan 1 dari 265 untuk
tsunami.[18]
Walaupun perkembangan manajemen bencana di Indonesia meningkat pesat sejak
bencana tsunami tahun 2004, berbagai bencana alam yang terjadi selanjutnya
menunjukkan diperlukannya perbaikan yang lebih signifikan.[18] Daerah-daerah
yang rentan bencana alam masih lemah dalam aplikasi sistem peringatan dini,
kewasapadaan resiko bencana dan kecakapan manajemen bencana.[18] Sistem
Peringatan Dini Tsunami Indonesia yang dimulai tahun 2005, masih dalam tahap
pengembangan.[18]
Menurut kebijakan pemerintah Indonesia, para pejabat daerah dan
provinsi diharuskan berada di garis depan dalam manajemen bencana alam.[18] Sementara Badan
Nasional Penanggulangan Bencana dan tentara dapat membantu pada saat yang
dibutuhkan.[18] Namun,
kebijakan tersebut belum menciptakan perubahan sistematis di tingkat lokal.[18] Badan
penanggulangan bencana daerah direncanakan di semua provinsi namun baru
didirikan di 18 daerah.[18] Selain itu,
kelemahan manajemen bencana di Indonesia salah satunya dikarenakan kurangnya
sumber daya dan kecakapan pemerintah daerah yang masih bergantung kepada pemerintah pusat.[18]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar